Rokok Putih dan Rokok Kretek
Apa perbedaan  antara rokok putih dan rokok kretek ? Setahu saya rokok putih itu jenis  rokok yang murni dari tembakau tanpa bahan tambahan lain (contoh :  Marlboro), sedangkan pada rokok kretek, selain tembakau dicampurkan juga  cengkeh (contoh : rokok-rokok keluaran PT Djarum seperi Djarum Black  dan Djarum Black Slimz). Kebanyakan perokok memilih salah satu dari  kedua jenis tersebut. Jarang yang menghisap kedua-duanya, tetapi ada  juga yang bisa menikmati keduanya, walaupun secara persentase sangat  kecil.
Berdasarkan hasil riset, ternyata dari segi pangsa  pasarnya, kedua rokok ini pun memiliki perbedaan yang mencolok antara  lain :
Di Indonesia, rokok kretek lebih populer. Perbandingannya,  sebanyak 94 persen merokok kretek dan hanya 11 persen yang memilih  rokok putih. Perokok putih dalam jumlah paling tinggi ada di Medan dan  Denpasar. Meski di kedua kota itu, tetap rokok kretek mencapai  persentase lebih besar. Cuma dibandingkan dengan kota-kota lain yang  jumlahnya minim, kedua kota tersebut merupakan tertinggi.
Dalam  hal konsumsi per hari, perokok putih lebih tinggi dibandingkan perokok  kretek. Rata-rata perokok putih menghabiskan 20 batang per hari,  sedangkan perokok kretek dalam sehari mengisap sebungkus rokok saja  sekitar 12 batang.
Dari kelas sosialnya, perokok kretek umumnya  kelas menengah sedangkan perokok putih dari golongan menengah ke atas.  Dari usia dan kelas sosial pun akhirnya mengarahkan ada perbedaan gaya  hidup antara kedua perokok ini.
Sesuai dengan merek asalnya, konsumen  rokok putih ternyata lebih western minded sedangkan perokok kretek  lebih tradisional. Yang dimaksud dengan tradisional, mereka masih  mempertimbangkan soal harga, tidak melihat merek. Artinya masih senang  pada barang yang murah.
Para perokok putih yang kebanyakan  kelompok menengah ke atas mempunyai kesempatan untuk menonton film di  bioskop lebih besar (36 persen) dibandingkan perokok kretek (15 persen).  Terjadi perbedaan mencolok pada penggunaan internet, perokok putih  mencapai 28 persen sedangkan perokok kretek cuma enam persen. Jelas, ini  memang menyangkut kelas sosial tersebut.
Media juga menjadi  tolok ukur dalam gaya hidup para perokok. Terlihat sekali perokok putih  mencatat persentase lebih besar pada kegiatan membaca harian (57 persen)  dibandingkan perokok kretek (32 persen).
Begitulah secara garis  besar perbedaan kelas antara perokok putih dan kretek. Mau beralih ke  rokok putih agar lebih terlihat gaya?
Lihatlah  iklan di televisi setelah pukul 21.00. Rokok putih begitu gencar  berkampanye. Kampanye itu ternyata berhasil memikat banyak orang. Dengan  klaim sepihak “Lebih ringan” berhasil meyakinkan orang untuk menikmati  rokok putih. Padahal kenyataan sebenarnya tidaklah demikian. “rokok  putih ataupun rokok kretek sama bahayanya”. Kata Dr.Asrul Harsal,  SpPD-KHOM.
Rokok putih pun tidak mengandung zat berbahaya yang lebih  sedikit daripada rokok biasa. Karena itu klaim “lebih ringan” adalah  menyesatkan. Ini saya kutip habis dari majalah kesehatan keluarga,  Dokter kita edisi 11-THN II-Nopember 2007.
Hal itu benar temans  sudah ada faktanya. Kakak ipar saya dulunya pengkonsumsi rokok putih,  iseng mengunjungi dokter paru, hanya ingin mengetahui sekaligus  membuktikan. Ternyata hasil pemeriksaan/scan didapatkan flek pada  parunya, kondisinya pun sangat berbeda dengan contoh paru yang bebas  dari asap rokok. Karena khawatir dengan apa yang akan terjadi  kedepannya, ia berkeinginan untuk berhenti.
Berhenti bukanlah  usaha tanpa perjuangan, beliau pun tersiksa dalam menjalankan terapi  karena harus berpisah dari rokok untuk beberapa bulan. Sebelumnya ia  adalah pembela fanatik kenikmatan rokok, mulai dari mengisap rokok untuk  meringankan pikiran, memunculkan ide hingga penyempurna rasa setelah  makan. Namun sekarang semua itu berbalik. Menurutnya, semua terasa lebih  baik setelah berhenti total dan jauh dari asap rokok, nafsu makan pun  bertambah dan badan jauh lebih fit and fresh. Bukan kakak ipar saya saja  yang berhasil berhenti, seorang “preman” yang sekarang sudah tidak jadi  “preman” lagi juga berhasil ko. Susah bukan berarti gak bisa kan?
Betapa  susahnya berhenti merokok, juga teramat sering saya dengar dari  bapak-bapak, abang-abang yang pernah menjadi patner saya menguli  (baca:kuli) dulu, juga dari teman-teman lainnya, tidak laki-laki dan  perempuan perokok yang ingin berhenti merokok. Berat, jika harus jauh  dari lintingan tembakau itu. dibidang ini, selain cerita di paragraf dua  dan tiga. Maka tulisan kali ini saya ambil dari majalah kesehatan  keluarga, Dokter kita.
TROBOSAN BARU SUPAYA BERHENTI MEROKOK
Keluhan  yang sering muncul pada perokok yang mau berhenti adalah beratnya  mengatasi ketergantungan. Belum lagi dampak yang timbul pasca berhenti  merokok, lemas bad mood, sulit kosentrasi dan pusing. Alhasil perjuangan  untuk berhenti merokok pun terkjadang hanya setengah jalan.
Kini  perokok yang ingin berhenti dapat terbantu dengan hadirnya verenicline,  yakni obat non nikotin pertamayang secara khusus diciptakan untuk  berhenti merokok. Obat tersebut telah diluncurkan di Amerika sekitar  pada tahun 2006. Tahun ini, obat tersebut resmi beredar di Indonesia.  Obat itu hadir sebagai upaya memerangi rokok yang berdampak baru bagi  kesehatan. Apalagi menurut survei Indonesia merupakan negara dengan  jumlah perokok laki-laki paling besar yaitu 69%.
Menurut Dr.  Irwan Rustandi, verenicline memiliki cara kerja yang unik dan berbeda  dengan produk berhenti merokok lainya, seperti nicotine replacement  theraphy (NRT) dan bupropion. NRT bekerja dengan menggantikan kebutuhan  nikotin perokok yang biasanya diperoleh dari rokok. NRT mungkin tidak  mensuplai nikotin. Lain halnya dengan verenicline yang bukan merupakan  terapi pengganti nikotin dan tidak mengandung nikotin.
KERJA  NIKOTIN
Saat merokok, nikotin mulai diserap aliran darah dan  diteruskan ke otak. Nikotin terikat di reseptor nikotinat antikolinergik  42 di ventral tegmental area (VTA). Nikotin yang terikat di reseptor 42  akan melepaskan dopamin di nucleus accumbens (nAcc). Dopamin itulah  yang diyakini menimbulkan perasaan tengan dan nyaman. Tak heran bila  perokok akan kembali merokok untuk memperoleh efek nyaman itu.
Bila  perokok mulai mengurangi atau berhenti merokok maka asupan nikotin  berkurang dan pelepasan dopamin juga berkurang, akibatnya timbul gejala  putus obat berupa iritabilitas dan stress.
Hal itu menyebabkan  jalan untuk berhenti merokok menjadi sulit karena rasa ketagihan  terhadap nikotin. Peran verenicline berfungsi sebagai pemutus rantai  adiksi. Biasanya nikotin berikatan dengan reseptor 42, namun nanti yang  akan berkaitan dengan reseptor 42 adalah verenicline yang bekerja dengan  dua cara. Pertama, verenicline menstimulasi reseptor untuk melepaskan  dopami secara pasrial, tujuanya untuk mengurangi gejala putus obat  berupa pusing, sulit berkosentrasi atau badmood yang ditimbulkan dari  proses berhenti merokok.
Kedua, verenicline menghalangi nikotin  yang menempel di reseptor. Jadi bila merokok kembali, nikotin tidak  dapat menempel di reseptor, sehingga mengurangi rasa nikmat dari rokok  tersebut. =Verenicline dapat diberikan pada perokok dewasa atau minimal  usia 18 tahun yang ingin berhenti merokok. Verenicline dapat diberikan  pada perokok berat maupun ringan. Dosis awal yang diberikan ringan yang  ditingkatkan secara perlahan-lahan. Untuk mencapai kesembuhan berhenti  merokok, dibutuhkan waktu selama tiga bulan, baik bagi perokok berat  atau ringan.
Efek samping verenicline adalah mual, nyeri kepala,  insomnia dan mimpi abnormal. Meski demikian, manfaat yang ditimbulkan  dari berhenti merokok jauh lebih besar karena dalam sebatang rokok  terkandung lebih dari 4 ribu bahan kimia dan 250 zat karsinogenik.
Bahkan  bahan kimia yang ditemukan pada asap tembakau (rokok) seperti aseton,  butan, arsenic, cadmium, karbon monoksida dan toluene sama seperti yang  ditemukan pada bahan industri. Jadi dapat dibayangkan bukan dampak buruk  rokok?. **DK; Feny Apriyanti.






0 komentar:
Posting Komentar